Program Pengungkapan Sukarela (PPS)
Berdasarkan ketentuan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah akan menggelar Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak yang penerapannya akan dimulai dari 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022. Program Pengungkapan Sukarela bukan tax amnesty itu yang dikatakan oleh pihak DJP. Jadi DJP mengatakan bahwa PPS ini bukan tax amnesty jilid II.
Program Pengungkapan Sukarela adalah salah satu program yang tujuannya memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan hartanya yang belum atau kurang diungkapkan.Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmadrin Noor mengatakan bahwa program ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan.
Hal tersebut ditekankan kembali oleh Wakil Menteri Keuangan bahwa target dari produk hukum ini ialah pengungkapan sukarela wajib pajak. Sehingga yang menjadi fokus utama adalah bukanlah jumlah pendapatan, melainkan kepatuhan sukarela agar nantinya wajib pajak bisa masuk dalam sistem perpajakan yang telah dibuat pemerintah.
Terdapat dua skema dalam program ini. Pertama, untuk Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan peserta Program Pengampunan Pajak (tax amnesty) dengan basis aset atau harta yang diperoleh 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti program tersebut.
Adapun skema tarif PPh Final dalam program ini yaitu 11% (persen) untuk deklarasi harta luar negeri, 8% untuk repatriasi harta luar negeri dan deklarasi harta dalam negeri, dan 6% untuk repatriasi harta luar negeri dan deklarasi harta dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau sektor pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) atau sektor energi terbarukan (renewable energy).
Kedua, Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak sedang dilakukan pemeriksaan dan/atau pemeriksaan bukti permulaan (untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2020), tidak sedang dilakukan penyidikan, tidak sedang berada dalam proses peradilan, tidak sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan dengan basis aset atau harta perolehan tahun 2016 sampai dengan 2020 (dan masih dimiliki pada 31 Desember 2021) yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2020.
Wajib pajak tersebut akan dikenakan tarif PPh Final 18% untuk deklarasi harta luar negeri, 14% untuk repatriasi harta luar negeri dan deklarasi harta dalam negeri, dan 12% jika repatriasi harta luar negeri dan deklarasi harta dalam negeri diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN), pengolahan Sumber Daya Alam (SDA), ataupun sektor energi terbarukan (renewable energy).
Wajib pajak yang ingin mengikuti program tersebut diharuskan untuk mengungkapkan harta bersih melalui surat pengungkapan harta yang disampaikan pada 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022 dan menyertakan lampiran diantaranya:
- Pernyataan mengalihkan harta bersih ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) (jika wajib pajak bermaksud mengalihkan harta bersih yang berada di luar NKRI. Pengalihan harta dilakukan paling lambat tanggal 30 September 2022);
- Pernyataan akan menginvestasikan harta bersih (jika wajib pajak bermaksud menginvestasikan harta bersih. Investasi harus dilakukan paling lambat tanggal 30 September 2023. Holding period(lamanya waktu seseorang tetap memegang investasinya) selama lima tahun sejak diinvestasikan;
- Daftar perincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan;
- Daftar Utang; dan
- Bukti Pembayaran PPh yang bersifat final.
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi pada skema kedua, diwajibkan untuk melampirkan pernyataan mencabut sejumlah permohonan jika wajib pajak sedang mengajukan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan atas permohonan tersebut. Adapun permohonan dimaksud diantaranya:
- Permohonan Keberatan;
- Permohonan Gugatan;
- Permohonan Pembetulan;
- Permohonan Banding;
- Permohonan Pengembalian Kelebihan Pajak;
- Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar;
- Permohonan Peninjauan Kembali (PK);
- Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif; dan
- Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar.
Seusai wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta ke DJP, maka wajib pajak akan memperoleh surat keterangan dari Direktur Jenderal Pajak.
Keuntungan yang diperoleh wajib pajak apabila mengikuti Program Pengungkapan Sukarela diantaranya, wajib pajak tidak akan dikenai sanksi administratif perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang bayar. Ketentuan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Selain itu, wajib pajak juga akan bebas dari tuntutan pidana, karena informasi yang bersumber dari surat pengungkapan harta dan lampirannya tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.
Jadi silahkan Anda hitung dan pertimbangkan apakah program ini menjadi pilihan Anda, mengingat antara manfaat dan tarif cukup berbeda jauh dibandingkan dengan program pengampunan pajak (tax amnesty) 5 tahun yang lalu.