Hubungan Istimewa dalam Pajak
Mengenai Hubungan Istimewa dalam ketentuan Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai sudah diatur dalam Undang-undang Perpajakan di Indonesia dan didukung dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pajak Penghasilan (PPh)
Didalam pasal 18 ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Hubungan istimewa dianggap ada apabila:
- Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada wajib pajak lain; hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua wajib pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua wajib pajak atau lebih yang disebut terakhir;
- wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya atau dua atau lebih wajib pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
- terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan salah satunya adalah jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
Dalam jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), maka bagi pihak pembeli nilai perolehannya adalah jumlah yang seharusnya dibayar dan bagi pihak penjual nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya diterima. Adanya hubungan istimewa antara pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga perolehan menjadi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan jika jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Oleh karena itu nilai perolehan atau nilai penjualan harta bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau yang seharusnya diterima.
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dalam hal harga jual atau Penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka Harga Jual atau Penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu dilakukan.
Didalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, hubungan istimewa dianggap ada apabila:
- Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada Pengusaha lain, atau hubungan antara Pengusaha dengan penyertaan 25%(dua puluh lima persen) atau lebih pada dua pengusaha atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Pengusaha atau lebih yang disebut terakhir; atau
- Pengusaha menguasai Pengusaha lainnya atau dua atau lebih Pengusaha berada di bawah penguasaan. Penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
- Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat.
Hubungan istimewa antara Pengusaha Kena Pajak dengan pihak yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain yang disebabkan karena:
- Faktur kepemilikan atau penyertaan;
- Adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan tehnologi.
Selain karena hal-hal tersebut di atas, hubungan istimewa diantara orang pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau karena perkawinan.