Perbedaan Konsep Pembukuan dan Pencatatan dalam Pajak
Kadang kala banyak wajib pajak yang masih belum tahu pasti dengan konsep pembukuan dan pencatatan serta menentukan apakah mereka harus melakukan pembukuan atau pencatatan, khususnya bagi wajib pajak yang usahanya belum terlalu besar.
Dalam perpajakan pembukuan dan pencatatan ini menjadi suatu hal yang sangat krusial karena apa yang dibukukan/dicatat akan menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, dan kalau sampai ada kesalahan dalam membuat pembukuan/pencatatan maka akan sangat berpotensi terjadinya pajak yang harus dibayar menjadi lebih besar.
Berdasarkan Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 (UU KUP) menyatakan bahwa wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
Akan tetapi, kewajiban pembukuan tersebut dikecualikan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan Penghasilan Neto. Wajib pajak yang dimaksud antara lain wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah bruto dalam setahun kurang dari Rp4,8 miliar. Sebagai penggantinya, wajib pajak dengan kriteria ini tetap wajib melakukan pencatatan.
Jadi, apa perbedaan dari pembukuan dan pencatatan tersebut menurut ketentuan perundangan-undangan perpajakan?
Berdasarkan Pasal 1 angka 29 UU KUP menyebutkan pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
Adapun proses penyelenggaraan pembukuan yang dilakukan wajib pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
- Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
- Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat diselenggarakan oleh wajib pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
- Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
- Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Sedangkan, dalam Pasal 28 ayat (9) UU KUP disebutkan bahwa pencatatan adalah pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.03/2021 tentang Bentuk Dan Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, syarat-syarat penyelenggaraan pencatatan antara lain:
- Dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya serta didukung dengan dokumen yang menjadi dasar pencatatan;
- Di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab dan satuan mata uang rupiah sebesar nilai yang sebenarnya dan/atau seharusnya terjadi dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam Bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan;
- Dalam suatu Tahun Pajak berupa jangka waktu 1 (satu) tahun kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember; dan
- Secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto.
Untuk wajib pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, wajib pajak orang pribadi tersebut juga harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.